Sejarah Negeri Lumoli
Asal - Usul Negeri Lumoli
Lumoli
adalah salah satu negeri yang terdapat di Pulau Seram tepatnya Kab. SBB
Kec. Piru. Asal-Usul dari Negeri ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Dahulu
kala di suatu daerah di pulau Seram, hiduplah moyang-moyang yang
tinggal dan menempati sebuah daerah terpencil. Kesehariannya,
moyang-moyang itu selalu melakukan kegiatannya seperti berburu dan
bertani di wilayah yang mereka tempati tersebut. Kehidupan mereka pun
masih tergolong sederhana. Hal itu terbukti dengan membuat tempat
tinggal yang sederhana yang terbuat dari anyaman daun sagu dan
moyang-moyang itu menyebut rumah
yang mereka tinggali tersebut dengan nama rumah bangkang. Selang
beberapa tahun mereka tinggal di daerah tersebut, timbullah sebuah batu,
tapi karena moyang-moyang beranggapan itu hanya batu biasa, maka mereka
pun tidak menghiraukan batu tersebut. Selang beberapa saat, sebuah
keanehan pun muncul, ketika moyang-moyang sedang memasak, dan kebetulan
posisi tempat mereka memasak mempunyai kedudukan/tempat yang lebih
tinggi dibandingkan kedudukan batu tersebut, maka mereka pun membuang
limbah dapur ke bawah dan mengenai batu tersebut. Sehingga batu tersebut
berbicara kepada mereka, yang bunyinya “Poe Tipune Lomei Yake” yang artinya “ Jang buang kotoran di sini, sebab katong ada di sini”.
Karena keanehan yang terjadi tersebut, moyang-moyang itupun merasa
keheranan dan segera meninggalkan tempat tersebut. Setelah tiga hari,
moyang-moyang itu kembali, dan batu tersebut bertambah tinggi ± 5 cm,
karena moyang menganggap itu sebagai suatu keajaiban dan mereka
menganggap itu adalah para leluhur mereka, maka moyang-moyang itu pun
segera menutupi batu tersebut dengan menggunakan daun sagu yang dianyam
menjadi atap.
Satu
bulan kemudian, batu tersebut tingginya bertambah lagi ± 25 cm. Dan
pada malam harinya, pada saat batu tersebut sedang puasa, batu tersebut
berkata kepada masyarakat setempat bahwa tempat yang kamu tinggal ini
namanya “Batumoli” yang berarti Batu Pamali atau Batu Keramat.
Kemudian masyarakat membuat suatu tempat khusus untuk menandakan tempat
munculnya batu tersebut. Awalnya yang berdiam di daerah tersebut
hanyalah sekelompok orang saja, setelah beberapa tahun kelompok tersebut
berkembang menjadi sebuah kampung. Kampung awal tersebut bernama Batumoli.
Dapat
dijelaskan pula, bahwa gambar batu keramat seperti yang dijelaskan di
atas tidak dapat diulas lebih jauh dan juga tidak dapat diambil
gambarnya karena hal itu merupakan sesuatu yang sangat dikeramatkan oleh
warga dan tua adat setempat, sehiangga kami pun tidak diperbolehkan
untuk melihat dan mengetahui lebih jauh mengenai batu tersebut. Apalagi
mengambil gambarnya karena mereka meyakini bahwa apabila mereka
memperlihatkan kepada orang asing yang bukan penduduk setempat,
masyarakat akan mengalami suatu bencana/musibah.
Beberapa
tahun kemudian, karena kondisi kampung yang kurang memadai untuk
menampung masyarakat, masyarakat kampung tersebut dipindahkan ke sebuah
tempat yang bernama eslatup yang pemerintahannya dipimpin oleh Sekei Lumapuli. Setelah
beberapa tahun, jumlah penduduk pun semakin meningkat, sehingga
masyarakat kemudian dipindahkan lagi ke sebuah tempat yang bernama Eslatuk. Mereka tinggal di sana sekitar 5 tahun. Kemudian pindah lagi ke sebuah daerah yang bernama Liunama. Jarak antara Eslatuk dan Liunama diperkirakan ± 500 m. Setelah itu, masyarakat mengangkat Tumoa Makalui untuk
memerintah. Pada waktu itu, terbentuklah sistem pemerintahan yang sah
yang terjadi sewaktu pemerintahan Tumoa Makalui, karena Tumoa Makalui
dilantik sebagai raja di Hila Kaitetu
dan setelah proses pelantikan ini, barulah ada pengakuan tentang
keberadaan Negeri Lumoli. Dan pada saat yang sama pula bangsa Belanda
sampai di Pulau Seram. Setelah kembali dari Hila Kaitetu, karena jumlah
penduduk yang terlalu banyak, Tumoa Makalui membagi masyarakat dalam
sembilan soa yang dikenal dengan nama “Lumbatu Nurui Sikwa”.
Sembilan soa yang dibagi oleh Tumua Makalui meliputi :
1. Lumoli
2. Neniary
3. Rumasoa
4. Riring
5. Morikao
6. Kamal
7. Nurue
8. Waisamu
9. Eti
Setelah itu, masyarakat pindah lagi ke Popela. Di sana pemerintahan raja Tumoa Makalui berakhir karena usianya yang beranjak tua. Pemerintahan selanjutnya dipimpin oleh Suita Makalui. Karena wilayah yang tidak memadai, kemudian masyarakat itu dipindah lagi ke Tanake, setelah dari Tanake pindah lagi ke Kwasulatal. Pemerintahan Suita berakhir di Kwasulatal dan digantikan oleh Halana Patty Matital. Ketika pemerintahan Halana Patty Matital berakhir, ia digantikan oleh Buata Matital. Bersamaan
dengan masa pemerintahan Buata Matital, saat itu juga agama Kristen
masuk di negeri Lumoli. Pertama kali agama Kristen masuk di negeri
Lumoli pada tanggal 10 April 1929 dibawa oleh seorang guru Jemaat
bernama Hendrik Pentury.
Setelah agama Kristen masuk ke Desa Kwasulatal (Sekarang Lumoli),
pemimpin mereka yakni Buata Matital yang sudah masuk agama Kristen
dibabtis dan berganti nama menjadi Benjamin Matital.
Awalnya tantangan untuk penyebaran agama Kristen sangat banyak. Namun
dipermudah ketika ada dua orang wanita yang telah dibaptis di Hatusua
datang membawa kabar mengenai agama Kristen ke negeri tersebut. Kemudian
diperkirakan pada saat itu ±100 orang yang bersedia memberi diri untuk
dibaptis. Karena adanya respon masyarakat yang positif dengan ajaran
baru (agama Kristen) tersebut, maka semakin banyak pula masyarakat yang
membawa dirinya untuk dibabtis sehingga kebanyakan masyarakat setempat
beragama Kristen.
Tak lama kemudian, gerakan separatis RMS mulai mengembangkan sayapnya di Seram. Karena takut akan ancaman gerakan separatis RMS, masyarakat dipindahkan dari Kwasulata ke sebuah tempat yang bernama Aileoboela. Nama tempat tersebut diberikan oleh keluarga Soumokil. Pada saat di Aileoboela pemerintahan Benjamin Matital berakhir dan digantikan oleh Zeth Makalui.
Akibat pengoperasian besar-besaran yang dilakukan oleh RMS, kemudian desa sementara dipindahkan lagi ke Ai inauei.
Menurut penuturan dari Bpk. Ledrik Lumapuy, “Karena ada penglihatan
dari moyang kami, sehingga nama desa tersebut diubah menjadi Soat yang artinya keluputan daripada sengsara”, sehingga nama Ai inauei oleh Zeth Makalui diganti menjadi Soat, dengan tujuan agar masyarakat selamat dari ancaman RMS. Tidak lama kemudian, sewaktu
terjadi pemberantasan RMS oleh TNI, masyarakat setempat yang sedang
mengungsi ditemukan oleh Kombet (pasukan kompi bantuan TNI), dan oleh
Kombet, masyarakat dipindahkan ke Piru. Pemindahan tersebut dipimpin
oleh Brigjen Banuarli. Setelah itu dipindahkan lagi ke kampung Sabalua (masih termasuk wilayah petuanan Desa Piru). Daerah yang ditempati oleh masyarakat tersebut adalah tanah milik keluarga Laturete yang merupakan penduduk kampung Sabalua.
Dikarenakan jumlah masyarakat yang mengungsi terus menerus bertambah maka masyarakat dipindahkan ke desa Porolue untuk mendirikan negerinya sendiri. Pembentukan negeri
tersebut diprakarsai oleh Brimob yang berasal dari Jakarta. Dan proses
pembangunan desa tersebut dikerjakan oleh masyarakat dan dibantu oleh
Brimob tersebut. Pada tahun 1974 jabatan dari Zeth Makalui berakhir dan
digantikan oleh Dominggus Sasake. Dikarenakan kondisi yang tidak memungkinkan, pada tahun 1976 desa kembali dipindahkan ke Lumbuin
(Daerah Lumoli sekarang). Setelah masa jabatan Dominggus Sasake
berakhir, karena tidak adanya calon untuk menduduki tahta raja, maka
pemerintahan diserahkan ke pejabat pemerintahan sementara yaitu Jonathan Makalui hingga Raja negeri Lumoli terpilih.
B. Sistem Pemerintahan Negeri Lumoli
Awalnya negeri Lumoli terdiri dari sembilan soa, namun sekarang negeri Lumoli hanya terdiri atas 3 soa yaitu,
1. Soa Lumoli yang terdiri dari 4 matarumah yakni,
-. Matarumah Matital
-. Matarumah Makalui
-. Matarumah Lumopui
-. Matarumah Sasake
2. Soa Nurue yang terdiri dari 3 matarumah yakni,
-. Matarumah Lekalaet
-. Matarumah Lemosol
-. Matarumah Mairuhu
3. Soa Laturake yang hanya terdiri dari 1 matarumah yakni,
-. Matarumah Laturake
Sedangkan enam soa
yang lain telah terlepas dari negeri Lumoli dikarenakan mereka
menginginkan untuk membuat negerinya sendiri. Tetapi meski demikian,
keenam soa yang lain walaupun telah memiliki negerinya sendiri, tapi
tetap merupakan bagian dari negeri Lumoli. Sehingga semua permasalahan
yang menyangkut permasalahan adat harus diselesaikan di negeri Lumoli.