Asal Usul Negeri Passo
Nenek
moyang penduduk asli Negeri Passo berasal dari Pulau Seram atau Nusa
Ina tepatnya di daerah Hoamual. Saat itu terjadi perang besar-besaran
antara kelompok Patasiwa dan Patalima hingga penduduk yang mendiami
daerah Hoamual merasa tidak aman. Akhirnya mereka melakukan perpindahan
atau exodus dengan mengarungi lautan mencari daerah yang aman untuk
dihuni.
Menurut
orang Portugis istilah Passo berarti berada di tengah-tengah. Karena
Negeri Passo terletak diantara dua jasirah yakni Jasirah Leihitu dan
Jasirah Leitimur. Sedangkan menurut orang Belanda nama Passo berasal
dari 2 kata yakni Pas dan So. Pas artinya surat jalan dan So artinya ya.
Karena Passo letaknya strategis di persimpangan jalan maka Belanda
membuat persinggahan ( pos penjagaan ) untuk memeriksa orang-orang yang
datang dari daerah seberang yang melintasi Passo. Mereka harus
menunjukan Pas ( surat jalan ). Jika Pas yang ditunjukan itu memang
benar, maka Belanda menyebutnya dengan kata So. Akhirnya kedua kata itu
menyatu dalam sebutan Passo. Sementara
dalam bahasa tanah, Passo dalam arti sebenarnya ialah Paukalla artinya
daerah atau tempat yang berkedudukan ditengah-tengah Jasirah Leihitu dan
Leitimur sebagai pusat genting tanah Baguala ( Pulau Ambon ). Dari
berbagai versi dapatlah dikatakan bahwa Passo memiliki makna berada di
tengah-tengah.
Berdasarkan
hasil wawancara dengan tua-tua adat Negeri Passodapat diketahui bahwa
penduduk asli Negeri Passo terbagi atas tiga kelompok. Kelompok yang
pertama datang pada pertengahan abad ke-14 dengan menggunakan buaya
sebagai alat transportasi mereka. Buaya ini bernama “Pakuela” ( artinya :
tertancap, tinggal dan menetap ) dan berlabuh di Pelabuhan Baguala.
Setelah berlabuh rombongan ini melanjutkan perjalanan ke daerah
pegunungan yaitu “Gunung Ariwakang” yang berbatasan dengan Hitu dan
menetap di situ.
Di
tempat ini bermukim sepuluh kepala keluarga yang terbagi dalam empat
mata rumah yaitu Titariuw, Simauw, Tuatanassy dan Parera. Rombongan ini
dipimpin oleh seorang kapitan yaitu Kapitan Tuatanassy. Konon katanya
dulu Titariuw dan Simauw ( kakak dan adik ) berasal dari satu mata rumah
yaitu mata rumah Titariuw. Namun pada suatu saat Titariuw dan adiknya
turun ke laut untuk bameti (mencari ikan ) tapi mereka dikejar oleh
bangsa mata kucing( sebutan untuk bangsa Portugis) mereka pun lari ke
gunung namun sang adik pun tertangkap karena sang adik telah tertangkap
si kakak pun berjalan mundur agar menghilangkan jejak dan mendorong
sebuah batu untuk menghalangi jalan ke negeri, batu ini dikenal dengan
nama “Batu Pele”. Sampainya dia di negeri, dia pun diangkat menjadi pemimpin di negeri tersebut dengan gelar “Raja Hutan”. Namun,
pemerintahannya tidak bertahan lama karena terjadi peperangan di Hitu
yang mengancam keselamatan mereka sehingga mereka memutuskan untuk
mencari tempat baru yang aman untuk dihuni.Sebelum melakukan
perpindahan, mereka mengadakan musyawarah di baileo tua (berupa pohon
beringin yang dilingkari lilitan tujuh gelang emas). Dari hasil musyawarah tersebut diambil keputusan untuk menggulingkan
batu guna mencari pemukiman yang baru. Batu tersebut digulingkan melalui
pintu muka gunung dan melewati Ohouw ( pesisir pantai Negeri Lama
sekarang ) dan berhenti di Teluk Dalam. Untuk mengenang batu tersebut
maka dibangun sebuah gereja yang posisinya sejajar dengan batu. Di Ohouw
Titariuw dan adiknya sempat berkumpul.
Akhir abad ke-14 datang rombongan ke-2 dari Pulau Seram dan tiba di
teluk Tomatala( teluk Baguala ) di pantai Sikabiri dan Larier setelah
itu mereka melanjutkan perjalanan dan mendiami lokasi Amamoni di
pegunungan Tahola. Setelah agama Islam masuk Rombongan ini terdiri atas
beberapa mata rumah yaitu Latupela, Sarimanela, Termature, Wattimury.
Abad ke-15 menyusul rombongan ke-3 dengan perahu belang tiba di labuhan
Tomalima di pantai Wayori. Kemudian menuju ke Amaory dan berdomisili
disitu. Rombongan ini terdiri atas beberapa mata rumah yaitu
Rinsampessy, Tuhilatu, Tomaluweng, dan Matuwalatupauw.
Abad
ke-16 ( 1610 ) Belanda masuk menggantikan Portugis dan bertemu dengan
penduduk yang sedang bameti. Kemudian meminta untuk bertemu dengan
pemimpin mereka yaitu Kapitan Tuatanassy. Namun kapitan tidak mau turun
dan mengirim dua utusan yaitu Titariuw dan adiknya sesampainya di bawah
Belanda bersikeras untuk bertemu dengan Kapitan Tuatanassy sehingga
Belanda menyuruh Titariuw kembali memanggil Kapitan akan tetapi kapitan
Tuatanassy tak kunjung datang. Karena hal inilah Belanda bertanya
kepada Adiknya Titariuw “se mau jadi raja?” dan orang tersebut menjawab
“mau” dan dia diangkat oleh Belanda menjadi raja, sejak saat itulah ia
disebut “Upu Latu Simauw”.
- Sosial Kemasyarakatan
Struktur sosial tradisonal tampak dalam pembagian tiga soa yaitu:
- Soa Koli
- Soa Moni
- Soa Rinsama
Masing-masing soa mempunyai Kepala Soa yang berperan sebagai pemimpin soa berdasarkan garis keturunannya.
¡ Soa Koli
ú Mata rumah Simauw : teunnya bernama Lulupau
ú Mata rumah Titariuw : teunnya bernama Lulupau
ú Mata rumah Parera : teunnya bernama Paitoang
ú Mata rumah Tuatanassy: teunnya bernama Marikering
¡ Soa Moni
Pada soa ini hanya dua mata rumah yang memiliki teun, yaitu:
ú Mata rumah Sarimanela : teunnya bernama Lelima.
ú Mata rumah Latupela : teunnya bernama Prokosina
¡ Soa Rinsama
Pada soa ini hanya dua mata rumah yang memiliki teun, yaitu :
ú Mata rumah Tomaluweng : teunnya bernama Hulubalang
ú Mata rumah Tuhilatu : teunnya bernama Lakora
- Agama dan Kepercayaan
Dalam
hidup keagamaan, Passo awalnya memeluk agama Islam ditandai dengan
adanya bangunan Mesjid Tua di Pegunungan Tahola. Namun, mesjid tersebut
kini telah hilang ditelan masa tetapi kepala dari mesjid ini masih ada
di Ruhumoni, yang diyakini diambil tanpa sepengetahuan nenek moyang
Negeri Passo yang pada saat itu sedang Bameti ( mencari ikan dan kerang
).
Saat
bangsa Portugis masuk penduduk Negeri Passo beralih dan memeluk agama
Kristen Katholik yang dirintis oleh tokoh pekabaran injil Franxiscus
Xaverius. Namun, setelah Belanda menggantikan Portugis dan berkuasa di
Ambon sejak tahun 1605 maka jemaat-jemaat Katholik menjadi jemaat
Protestan. Perkembangan gereja Protestan pada abad ke-17 dan ke-18
sangat suram terutama di Maluku ( Ambon ). Barulah dengan hadirnya
pekabaran injil Pdt. Joseph Kham, gereja dapat berkembang lagi berkat
usaha-usahanya yang keras.
Dan
pada zaman pemerintahan Raja Karel Riddof Simauw direncanakan pembuatan
sebuah gedung gereja yang representatife dan permanent direncanakan
pendiriannya pada tahun 1895 tetapi baru bisa terlaksana pada tahun
1904. Peletakan batu pertama bangunan gereja baru dilakukan oleh Pdt.
Leter Bour Van Waay dan Raja R. K. Simauw pada tanggal 19 Mei 1964. dan
yang menjadi tukang dari bangunan ini adalah Bapak Benjamin
Tanahitumesing anak negeri Passo sendiri. Gereja ini direhab dan
direnovasikan dan sekarang dinamai “Gereja Menara Iman”.
- Hubungan Pela
Negeri
Passo merupakan negeri yang mempunyai hubungan pela dengan Negeri Batu
Merah. Bentuk persekutuan pela antara ke-2 negeri ini adalah “Pela
Keras atau Pela Gnadong”. Dan perkawinan antara ke-2 masyarakat
dilarang, mengenai terjadinya hubungan pela ini dituturkan sebagai
berikut. Bahwa sekitar tahun 1509, utusan ke-2 negeri ini pergi ke
Ternate untuk menyerahkan upeti kepada Sultan Ternate. Dalam pelayaran
pulang dari Ternate ketika tiba di dekat pantai Pulau Buru, kora-kora
dari Negeri Passo tiba-tiba mendapat kecelakan karena terkandas dan
hamper tenggelam. Untunglah mereka ditolong oleh anak buah kora-kora
dari Negeri Batu Merah yang dengan berusaha keras membantu memperbaiki
kerusakan kora-kora Passo dan akhirnya mereka dapat mendarat di sebuah
tanjung yang kemudian di berinama “Tanjung Pela”. Ditempat inilah ke-2
belah pihak sama-sama mengangkat sumpah untuk hidup rukun dan saling
membantu seperti saudara gandong. Upacara adat pela ini disimbolkan
dengan dua bilah panggayo yang diletakkan bersilang dan ditindih dengan
sebuah batu .
- Situs Bersejarah
- Benteng Middleburg
Benteng
ini pertama kali dibuat oleh Portugis kemudian pada tahun 1610 benteng
ini jatuh ke tangan Belanda sesuai dengan masuknya Belanda ke negeri
Passo dan setelah itu direnovasi guna memperkuat kedudukan Belanda di
Passo. Benteng ini selesai di renovasi pada tahun 1700.
Benteng ini terletak di Negeri Passo, Kecamatan Baguala, Kotamadya
Ambon. Lokasi benteng berada di belakang pertigaan ruas jalan raya yang
menghubungkan Passo-Natsepa dan Passo-laha. Saat ini benteng berada di
tengah – tengah pemukiman penduduk, harus melewati halaman rumah jika
hendak menuju ke benteng baik dari arah depan maupun belakang, sehingga
sulit melihat sisa benteng dari arah jalan raya.
Kondisi benteng telah rusak, sisa struktur yang ada hanya dua sisi dinding setinggi ±
5 meter yaitu dinding timur dan barat, pada dinding timur terdapat tiga
buah jendela, dinding utara dan selatan hanya tersisa bagian pondasi
saja. Denah dasar benteng adalah segi empat, ukuran bagian dalam ± 5 x 5 meter, dinding benteng tersusun dari bahan batu bata tanpa dilapisi plester dengan ketebalan ± 50 cm.
Titik lokasi benteng berada pada daratan sempit yang diapit oleh
teluk Binnen dan teluk Baguala. Menurut informasi, benteng ini menjadi
pusat pengawasan aktifitas yang menghubungkan dua wilayah pada masa
tersebut yaitu Leihitu dan Leitimur, berdasarkan pengamatan peta
terbitan Belanda, kedua teluk dihubungkan oleh Kanal yang sekaligus
menjadi akses menuju benteng. Sekarang
ini karena proses pengendapan, garis pantai kini berjarak 100 meter
dari lokasi benteng. Sayangnya, benteng ini tidak mendapat perhatian
dari masyarakat maupun pemerintah setempat untuk melakukan berbagai
upaya lanjut yang dapat mendatangkan income bagi daerahnya. Disamping minimnya pengetahuan masyarakat akan manfaat
yang diperoleh jika dikelola dengan baik, tetapi juga pemerintah yang
kurang mengetahui jelas tentang keberadaan tinggalan kolonial di Maluku.
- Letak Geogerafis
Negeri
Passo terletak di antara dua jazirah yaitu Jazirah leihitu dan Jazirah
Leitimur. Mempunyai dua pelabuhan yaitu labuhan Tomalima dalam Teluk
Baguala dan labuhan Resilolo dalam teluk Ambon ( teluk dalam ). Di
petuanan negeri Passo terdapat empat batang air ( sungai ). Tiga buah
mengalir dari Jazirah Leitimur yaitu : Waitanahitu ( air besar ),
Waitatiri dan Waimahu, sedangkan yang mengalir dari Jazirah Leitimur
adalah waiyori yang mengalir ke teluk dalam ( Ambon ) adalah Waitanahitu
( air besar ) dan tiga lainnya mengalir ke teluk baguala. Passo
memiliki dua macam iklim yaitu musim panas dan musim hujan. Passo
sebagai negeri adat mempunyai petuanan ( wilayah kekuasaan ) yang
termasuk di dalamnya kampung Negeri lama dan Nania. Di sebelah Selatan,
berbatasan dengan negeri Hutumuri, sebelah Utara dengan Hitu dan
mamala, sebelah Timur dengan suli, dan sebelah Barat dengan Halong
dan Lateri.